Sekolah Tinggi Teologi Aletheia adalah
satu institusi yang terdiri dari elemen-elemen manusia yang mempunyai tugas dan
tanggungjawab berbeda-beda. Dari jajaran yang bisa disebut eksekutif sampai
kepada karyawan, mereka adalah orang-orang yang bersama-sama saling
bahu-membahu mewujudkan sebuah komunitas, dalam hal ini institusi pendidikan
yang terus ingin bergerak maju meretas secercah sinar dan menata diri ditengah
bangsa, yang ingin mengambil sedikit fungsi dari berjuta-juta manusia dibumi
ini. Panorama yang begitu luas, dan cita-cita yang masih terus coba diraih
tidak melepaskan diri dari semua upaya yang dilakukan untuk meraih asa dan
impian tersebut.
Dalam
sebuah institusi, membangun situasi kerja adalah lingkup yang tidak bisa
terlepas dan dipisahkan dari rentetan upaya mencapai keberhasilan berjalannya
operasioanal sebuah komunitas kerja. Menyoroti hal ini, bertemu dengan sesosok
pribadi yang sudah lanjut usia, tetapi memiliki semangat yang tinggi dan
dedikasi hidup yang nyata membangkitkan keingintahuan akan pribadi ini dalam
perjalanannya menapaki rentang waktunya yang panjang ditempat ini.
Namanya mungkin sudah tidak asing lagi bagi
komunitas di Aletheia. Pribadi yang apa adanya, sederhana dan bersahaja
ternyata menyimpan sebuah filosofi hidup yang luar biasa. Dialah Mbah Nan,
Sungguh suatu kesempatan yang menyenangkan tatkala saya sejenak berbincang-bincang dengan beliau saat
ia sedang membersihkan kolam ikan pada waktu itu, saya mencoba melontarkan
beberapa pertanyaan kepada beliau, yang pertama: “Usia mbah sekarang berapa?”
Kemudian beliau menjawab: “Kira-kira sudah sekitar 86 tapi rodok lali (red. Lupa)”, jawaban yang mengagumkan saya ketika
melihat fisik beliau yang masih etes (lincah)
tersebut. Kemudian pertanyaan kedua: “Sudah berapa lama disini mbah?” Jawab
beliau: “Pokoknya semenjak ada ITA (red. nama awal STT Aletheia) ini, saya sudah
disini, kira-kira ya seket (red. 50)
tahun nak”. Wah luar biasa!! Saya bilang. Dan beliau juga mengatakan:” kerja
itu ya nak, yang penting hatinya senang dulu, pasti jadi senang kerja.” Sungguh
suatu dedikasi hidup pada sebuah institusi dan ungkapan kerja yang penting
senang adalah filosofi Mbah Nan. Bahkan beliau datang lebih awal dari semua
rekan-rekan kerja beliau. Sebuah seni hidup yang sederhana yang diterapkan
secara nyata dalam diri seseorang yang seharusnya bisa menjadi teladan yang
sudah ada. Seni yang kecil, berdampak besar, itulah yang dilakukan oleh Mbah
Nan. Bagaimana dengan kita?
By.
Wahyu Agustiono/ Theologi – Tingkat 3
Dare to be a servant
BalasHapus