Kamis, 31 Januari 2013

Bincang Santai : Penyusupan Sekularisme di kalangan Hamba Tuhan



-Bincang Santai dengan Pdt. Mariani Febriana, 23 Nopember 2012 di Ruang Tiranus 1.1-

            Edisi kali ini secara khusus berbicara tentang sekularisme, anggota Gema Aletheia sepakat mengusung tema ini karena melihat perkembangan zaman yang semakin hari semakin sarat dengan pencobaan dunia karena sekularisme sudah banyak mempengaruhi dunia Kekristenan dan keadaan dimana kita hidup. Nah apa sebenarnya yang dimaksud dengan Sekularisme?
            Awal bincang santai dimulai narasumber yang biasa disapa dengan bu Febi ini memutarkan sebuah video dari cuplikan film yang berjudul Pilgrim’s Progress, sebuah film yang diadaptasi dari buku klasik karya John Bunyan yang ditulis saat ia berada dalam penjara. Film ini menceritakan tentang perjalanan orang kristen memperjuangkan imannya sampai memasuki kerajaan surga, perjalanan ini bagaikan perjalanan seorang musafir dimana tokoh utama dalam perjalanannya dipertemukan dengan berbagai karakter yang mencoba untuk membelokkannya ke jalan yang salah. Sekularisme digambarkan juga demikian.
            Heaven (Tingkat 4) berargumen bahwa sekularisme itu adalah sebuah keadaan tanpa Tuhan hal ini pun didukung dengan pendapat beberapa teman juga seperti Fernanda (Tingkat 3) yang mengatakan bahwa sekularisme itu kesenangan manusia diungkapkan begitu berlebihan, sedangkan Nini Zega (Tingkat 1) mencoba berpendapat dengan menjabarkan bahwa sekularisme adalah Ilmu tentang dunia luar. Semua pendapat diperkuat lagi dengan penjelasan bahwa sebenarnya sekularisme ialah praktek yang melepaskan diri dari nilai kerajaan Allah.
Sekularisme berasal dari bahasa latin, saeculum yang berarti dunia dan secara sederhana dapat dipahami sebagai proses yang berorientasi kepada zaman. Johanes Verkuyl menyebut sekularisme sebagai cultuer-ism dimana semua perhatian diberikan kepada dunia dan zaman ini dengan mengabaikan Allah dan kerajaanNya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sekularisme secara total menolak semua nilai-nilai kekal dan mengidolakan dunia serta menolak hal-hal surgawi.
Istilah sekularisasi diberikan oleh George Jacob Holyoake tahun 1841, yang ditujukan kepada praktek etika dari pemikiran yang bebas. Holyoake tidak percaya bahwa sekularisme dan atheisme berkaitan, dimana pada waktu yang sama Charles Bradlaugh berpendapat bahwa atheisme adalah awal dari sekularisme. Holyoake dalam English Secularism tahun 1896 menulis:
Secularism is a code of duty pertaining to this life, founded on considerations purely human, and intended mainly for those who find theology indefinite or inadequate, unreliable or unbelievable. Its essential principles are three: (1) The improvement of this life by material means. (2) That science is the available Providence of man. (3) That it is good to do good. Whether there be other good or not, the good of the present life is good, and it is good to seek that good.

Ironisnya pada dewasa ini, orang yang mengaku atheis yang kita pandang sangat sekularis malah kadang hidupnya dapat menjadi berkat bagi orang lain, sedangkan para hamba Tuhan dan orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan kadang juga hidupnya menunjukkan tidak ada Tuhan dalam hidup sehari-hari yang tercermin dalam perbuatannya.
Tekonologi dan kemajuan filsafat materialisme menjadi sarana bagi sekularisme. Dunia sudah mulai berusaha untuk menjauhkan kita dari kasih Tuhan. Negara Indonesia mengaku negara beragama tapi ironisnya juga adalah negara yang korupsinya paling kentara. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip sekularisme itu adalah semua tindakan manusia dibumi yang harus dituntun pertama dan yang terutama oleh akibat dari tindakannya dalam hidup hari ini didunia dan keberadaan dibalik dunia ini memang tidak disangkali namun tidak memiliki makna yang khusus, karena kehidupan dibalik dunia materi ini sudah menunggu manusia, jadi tidak perlu dikuatirkan, karena manusia tidak tahu pasti apakah ada kehidupan setelah kematian, jadi hidup setelah kematian bukan menjadi pemicu bagaimana manusia seharusnya hidup hari ini.
Gejala penyusupan sekularisme di kalangan hamba Tuhan ialah saat kepercayaan kepada Allah dan janjiNya menjadi lemah dan bahkan hilang dalam kehidupan dan sadar akan kehidupan agama yang menjadi formalitas belaka. Tantangan sekularisasi semakin menguat dalam gereja hari ini.  Orang tidak lagi ingin berbicara tentang Tuhan, melainkan mengukurkan segala hal berdasarkan dirinya sendiri sedangkan orang percaya harus waspada dan berjaga-jaga berhadapan dengan arus besar yang melanda manusia hari ini.
Bincang santai kali ini terus berlanjut dan pertanyaan mulai diajukan, Nini Zega (Tingkat 1) bertanya apakah sisi positif dan negatif dari paham ini? heaven (tingkat 3) menanggapi bahwa dari mengenal sekularisme, maka kita sebagai mahasiswa juga perlu antisipasi dengan terus dekat Tuhan. Bu Febi mengatakan bahwa ayam bisa mati saat berada di lumbung padi. Kehidupan di asrama adalah latihan mempraktikkan diri kita sebagai orang yang sekularis yang mementingkan dan menghargai sesama sebagai imago dei (red: gambar Allah) tapi juga tidak menghilangkan nilai-nilai kerajaan Allah yang dipraktikkan dalam hidup ini. ada sebuat perkataan dari Nowen yang disitir dalam bincang santai yang secara khusus menitikberatkan relasi yang berbicara demikian :
Bagaimana hidup sebagai orang merdeka? Iihatlah orang menari dengan tariannya yang indah dan kita menari dengan tarian kita.

Dedi santo (Tingkat 3) mencoba untuk mengajukan pertanyaan juga, apakah suasana postmodern dan hypercompetitive ini tidak sama dengan atheisme yang merupakan awal dari sekularisme? Bu febi pun menjawabnya dengan mengatakan bahwa kompetisi harus seimbang misalnya golongan pengusaha menginginkan UMR untuk karyawan berkisar 1,9 juta sedangkan para pejuang gaji merasa hal itu tidak sebanding dengan kebutuhan hidup, dalam hal ini sekularisme masuk dalam tahap ekonomi yang lebih menonjolkan kepada sisi kemanusiaannya. Maka perlu dicari titik tengahnya. Bersaing di era globalisasi tidaklah salah namun tetap harus menerapkan nilai kerajaan Allah pada tatanan yang proposional.
            Lalu penyusupan sekularisme dalam pelayanan hamba Tuhan di gereja bisa terjadi kapan? tanya Yuniar (Tingkat 3) hal ini pun membawa pemikiran baru dalam bincang santai, beberapa orang berargumen adalah saat hamba Tuhan berkhotbah bukan lebih berbicara banyak tentang dosa melainkan berkutat pada kemakmuran hidup dan etika hidup sehari-hari. Orang tak lagi menyadari akan bahaya dosa yang masuk dalam hidup manusia sehingga lama kelamaan orang bisa jenuh dalam agama dan akhirnya menimbulkan ajaran-ajaran agama baru. Kejenuhan akan Kristus dan hal-hal kekekalan akan membuat manusia lari kepada kebiasan-kebiasaan buruk. Fenomena hari ini, ibadah sifatnya ialah menghibur bukan untuk memuliakan Tuhan.
            Akhir dari bincang santai ini, akhirnya kami menyimpulkan bahwa perlu antisipasi dalam menjalani kehidupan yang sekular ini. Kita memang tidak bisa lepas dari dunia karena kita belum meninggal tapi kita harus menerapkan prinsip kebenaran Firman Allah dalam hidup kita sehari-hari. Jika sudah terjadi sekularisme, mari berdoa dan belajar juga mencintai khotbah yang berdasarkan Kitab Suci, menghindari konflik ekstrimisme dalam gereja, hidup dalam pertobatan yang sejati serta hidup rohani yang benar akan kecintaan jiwa yang terhilang karena itu tanda orang yang mengasihi Tuhan dan kerajaan Allah.

By. Yuniar Dwi Setiawati / Tingkat 3

1 komentar: