-Bincang Santai dengan Pdt. Mariani Febriana, 23
Nopember 2012 di Ruang Tiranus 1.1-
Edisi
kali ini secara khusus berbicara tentang sekularisme, anggota Gema Aletheia
sepakat mengusung tema ini karena melihat perkembangan zaman yang semakin hari
semakin sarat dengan pencobaan dunia karena sekularisme sudah banyak
mempengaruhi dunia Kekristenan dan keadaan dimana kita hidup. Nah apa sebenarnya
yang dimaksud dengan Sekularisme?
Awal
bincang santai dimulai narasumber yang biasa disapa dengan bu Febi ini
memutarkan sebuah video dari cuplikan film yang berjudul Pilgrim’s Progress,
sebuah film yang diadaptasi dari buku klasik karya John Bunyan yang ditulis
saat ia berada dalam penjara. Film ini menceritakan tentang perjalanan orang
kristen memperjuangkan imannya sampai memasuki kerajaan surga, perjalanan ini
bagaikan perjalanan seorang musafir dimana tokoh utama dalam perjalanannya
dipertemukan dengan berbagai karakter yang mencoba untuk membelokkannya ke
jalan yang salah. Sekularisme digambarkan juga demikian.
Heaven
(Tingkat 4) berargumen bahwa sekularisme itu adalah sebuah keadaan tanpa Tuhan
hal ini pun didukung dengan pendapat beberapa teman juga seperti Fernanda
(Tingkat 3) yang mengatakan bahwa sekularisme itu kesenangan manusia
diungkapkan begitu berlebihan, sedangkan Nini Zega (Tingkat 1) mencoba
berpendapat dengan menjabarkan bahwa sekularisme adalah Ilmu tentang dunia
luar. Semua pendapat diperkuat lagi dengan penjelasan bahwa sebenarnya
sekularisme ialah praktek yang melepaskan diri dari nilai kerajaan Allah.
Sekularisme berasal dari bahasa
latin, saeculum yang berarti dunia dan secara sederhana dapat dipahami sebagai
proses yang berorientasi kepada zaman. Johanes Verkuyl menyebut sekularisme sebagai
cultuer-ism dimana semua perhatian diberikan kepada dunia dan zaman ini dengan
mengabaikan Allah dan kerajaanNya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sekularisme
secara total menolak semua nilai-nilai kekal dan mengidolakan dunia serta
menolak hal-hal surgawi.
Istilah sekularisasi diberikan oleh
George Jacob Holyoake tahun 1841, yang ditujukan kepada praktek etika dari
pemikiran yang bebas. Holyoake tidak percaya bahwa sekularisme dan atheisme berkaitan,
dimana pada waktu yang sama Charles Bradlaugh berpendapat bahwa atheisme adalah
awal dari sekularisme. Holyoake dalam English Secularism tahun 1896
menulis:
Secularism
is a code of duty pertaining to this life, founded on considerations purely human,
and intended mainly for those who find theology indefinite or inadequate,
unreliable or unbelievable. Its essential principles are three: (1) The
improvement of this life by material means. (2) That science is the
available Providence of man. (3) That it is good to do good. Whether there be
other good or not, the good of the present life is good, and it is good to seek
that good.
Ironisnya pada dewasa ini, orang
yang mengaku atheis yang kita pandang sangat sekularis malah kadang hidupnya
dapat menjadi berkat bagi orang lain, sedangkan para hamba Tuhan dan
orang-orang yang mengaku percaya kepada Tuhan kadang juga hidupnya menunjukkan
tidak ada Tuhan dalam hidup sehari-hari yang tercermin dalam perbuatannya.
Tekonologi dan kemajuan filsafat
materialisme menjadi sarana bagi sekularisme. Dunia sudah mulai berusaha untuk
menjauhkan kita dari kasih Tuhan. Negara Indonesia mengaku negara beragama tapi
ironisnya juga adalah negara yang korupsinya paling kentara. Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip sekularisme itu adalah semua tindakan
manusia dibumi yang harus dituntun pertama dan yang terutama oleh akibat dari
tindakannya dalam hidup hari ini didunia dan keberadaan dibalik dunia ini
memang tidak disangkali namun tidak memiliki makna yang khusus, karena
kehidupan dibalik dunia materi ini sudah menunggu manusia, jadi tidak perlu
dikuatirkan, karena manusia tidak tahu pasti apakah ada kehidupan setelah
kematian, jadi hidup setelah kematian bukan menjadi pemicu bagaimana manusia
seharusnya hidup hari ini.
Gejala penyusupan sekularisme di
kalangan hamba Tuhan ialah saat kepercayaan kepada Allah dan janjiNya menjadi
lemah dan bahkan hilang dalam kehidupan dan sadar akan kehidupan agama yang menjadi
formalitas belaka. Tantangan sekularisasi semakin menguat dalam gereja hari
ini. Orang tidak lagi ingin berbicara
tentang Tuhan, melainkan mengukurkan segala hal berdasarkan dirinya sendiri
sedangkan orang percaya harus waspada dan berjaga-jaga berhadapan dengan arus
besar yang melanda manusia hari ini.
Bincang santai kali ini terus
berlanjut dan pertanyaan mulai diajukan, Nini Zega (Tingkat 1) bertanya apakah
sisi positif dan negatif dari paham ini? heaven (tingkat 3) menanggapi bahwa
dari mengenal sekularisme, maka kita sebagai mahasiswa juga perlu antisipasi
dengan terus dekat Tuhan. Bu Febi mengatakan bahwa ayam bisa mati saat berada
di lumbung padi. Kehidupan di asrama adalah latihan mempraktikkan diri kita
sebagai orang yang sekularis yang mementingkan dan menghargai sesama sebagai imago dei (red: gambar Allah) tapi juga
tidak menghilangkan nilai-nilai kerajaan Allah yang dipraktikkan dalam hidup
ini. ada sebuat perkataan dari Nowen yang disitir dalam bincang santai yang
secara khusus menitikberatkan relasi yang berbicara demikian :
Bagaimana hidup sebagai
orang merdeka? Iihatlah orang menari dengan tariannya yang indah dan kita
menari dengan tarian kita.
Dedi santo (Tingkat 3) mencoba untuk mengajukan
pertanyaan juga, apakah suasana postmodern dan hypercompetitive ini tidak sama
dengan atheisme yang merupakan awal dari sekularisme? Bu febi pun menjawabnya
dengan mengatakan bahwa kompetisi harus seimbang misalnya golongan pengusaha
menginginkan UMR untuk karyawan berkisar 1,9 juta sedangkan para pejuang gaji
merasa hal itu tidak sebanding dengan kebutuhan hidup, dalam hal ini
sekularisme masuk dalam tahap ekonomi yang lebih menonjolkan kepada sisi
kemanusiaannya. Maka perlu dicari titik tengahnya. Bersaing di era globalisasi
tidaklah salah namun tetap harus menerapkan nilai kerajaan Allah pada tatanan
yang proposional.
Lalu
penyusupan sekularisme dalam pelayanan hamba Tuhan di gereja bisa terjadi
kapan? tanya Yuniar (Tingkat 3) hal ini pun membawa pemikiran baru dalam
bincang santai, beberapa orang berargumen adalah saat hamba Tuhan berkhotbah
bukan lebih berbicara banyak tentang dosa melainkan berkutat pada kemakmuran
hidup dan etika hidup sehari-hari. Orang tak lagi menyadari akan bahaya dosa
yang masuk dalam hidup manusia sehingga lama kelamaan orang bisa jenuh dalam
agama dan akhirnya menimbulkan ajaran-ajaran agama baru. Kejenuhan akan Kristus
dan hal-hal kekekalan akan membuat manusia lari kepada kebiasan-kebiasaan
buruk. Fenomena hari ini, ibadah sifatnya ialah menghibur bukan untuk
memuliakan Tuhan.
Akhir
dari bincang santai ini, akhirnya kami menyimpulkan bahwa perlu antisipasi
dalam menjalani kehidupan yang sekular ini. Kita memang tidak bisa lepas dari
dunia karena kita belum meninggal tapi kita harus menerapkan prinsip kebenaran
Firman Allah dalam hidup kita sehari-hari. Jika sudah terjadi sekularisme, mari
berdoa dan belajar juga mencintai khotbah yang berdasarkan Kitab Suci,
menghindari konflik ekstrimisme dalam gereja, hidup dalam pertobatan yang
sejati serta hidup rohani yang benar akan kecintaan jiwa yang terhilang karena
itu tanda orang yang mengasihi Tuhan dan kerajaan Allah.
Salam kenal. Tulisannya sangat berisi.
BalasHapus